Siapa sangka menjadi penjual tempe itu tidak sukses? Jelas-jelas seorang wanita membuktikannya lewat jerih payahnya selama ini. Membangun suatu pabrik tempe. Memulai usaha dari nol hingga berkembang pesat disaat ini. Dan dirinya bangga akan itu, meski tidak sekolah tinggi.
Profesi Demi Profesi
Bu Suryati namanya. Pekerja keras, dan tidak pernah takut dalam mengambil resiko. Ya, itu memanglah kepribadian dirinya. Ditemui disebuah pasar, tempat distribusi tempenya ia mengutarakan sepak terjangnya saat menjadi pengusaha tempe. (Sebab, sebelumnya memang sudah ada janji dengannya untuk diwawancarai). Bermula hanya dari sekadar seorang penjual kelontong kecil-kecilan, kini ia berhasil memiliki sebuah pabrik tempe yang lumayan besar dan tempat distributor tempe. Sebagai pengusaha tempe yang berhasil, tak lantas membuat dirinya merasa sombong, dan tinggi hati. Ia tetap rendah hati, mengingat usaha-usahanya dahulu sekali sebelum dirinya mapan seperti saat ini.
Menjadi penjual kelontong kecil-kecilan, rupanya kurang bisa memenuhi kebutuhan hidup. Keuntungan yang kecil ditambah lagi dengan banyaknya orang-orang yang menghutang dalam pembelian, menyebabkan keuntungannya merosot dan tidak bisa balik modal. Akibatnya, terkadang kehidupannya sesekali kurang bisa memadai. Belajar dari itu semua, ibu Suryati, tak lantas menyerah. Beralih profesi, kini ia menjadi seorang penjual gorengan keliling. Beralih profesi, ternyata bukan ide yang bagus. Dirinya pun masih sering menghadapi kerugian, karena gorengan yang dijualnya tidak laku, dan menyebabkan basi.
Memulai dari Nol
Memutar otak, ungkapan itu memang pantas untuk bu Suryati. Lepas dari menjual barang-barang kelontong, kemudian menjadi penjual gorengan keliling, sama saja tetap rugi rupanya . Dengan modal yang sangat pas-pasan, ia memulai hidup baru, menjadi seorang pembuat tempe demi menghidupi keluarganya. Bu Suryati cukup terampil dalam membuat tempe. Maklum, ketika ia kecil dahulu, orangtuanya pernah mengajarinya sedikit-sedikit.
Dan ketika pemasaran tempe buatanya pada pertama kali, bu Suryati tidak menitipkan barang dagangannya di warung-warung yang menjual sayur atau pun tukang sayur keliling. Akan tetapi, dirinya malah secara langsung menjual kepada para pelanggannya. Melewati perkampungan-perkampungan, dan perumahan penduduk. Tak disangka-sangka ternyata banyak sekali yang menyukai tempenya. Menurut orang-orang rasanya khas, berbeda dari yang lain. Pernyataan tersebut membuat bu Suryati merasa senang. Produksi tempenya yang semula terbatas, kini mulai di perbanyak. Terus-menerus dirinya menyisihkan sebagian uang dari sisa penjualan untuk di tabung. Impiannya saat itu, ia ingin bisa memperbesar lahan usaha pabrik tempenya.
Pabriknya diperluas
Beberapa tahun kemudian, setelah uang yang dikumpulkan dirasa cukup untuk bisa memperbesar produksi tempe. Impian bu Suryati, akhirnya bisa menjadi kenyataan. Pabriknya diperluas disebelah rumahnya, di Kamurang, jalan Mayor Oking, Citeureup. Kini tenaga kerja yang bekerja pun semakin bertambah. Dan sudah pasti produksi tempenya dan pemasukan pun naik pesat.
Antara Krisis dan Berhasil
Akan tetapi, baru sebentar bu Suryati menikmati keberhasilannya ada kalanya roda kehidupan seseorang berada di bawah. Krisis dalam bahan baku, yakni kacang kedelai yang melangka seperti kejadian kemarin, membuat ia mengurangi dalam produksi tempe. Meski seperti itu, bu Suryati tetap berusaha mempertahankan pabriknya, dan tak memecat seorang pun pegawainya.
Setelah kejadian langkanya kacang kedelai, akhirnya bu Suryati dapat melewatinya tak berapa lama kemudian. Lambat laun produksinya naik sedikit demi sedikit. Bu Suryati mengungkapkan, dirinya sudah lama bertahan dalam bisnis ini, kira-kira sekitar 20 tahun lebih, dan selama itu belum pernah dirinya sekalipun merasa dirugikan maupun bangkrut, ketika menggeluti bisnis sebagai pengusaha tempe ini.
Nama pembuat Artikel : Hikmah Brilyana Choerullah
Asal Sekolah : SMP Puspanegara
Posting Komentar